Rabu, 21 Desember 2011

LAPORAN OBSERVASI DI LP GEDUNG PANE BERSAMA R. HADI WISMOBUDI

PERKEMBANGAN SOSIAL
A.    Pendahuluan
Dalam menguraikan tingkah laku kriminal itu bukan dimaksudkan untuk membahas gejala-gejala kriminal yang langsung berkaitan dengan kejahatan atau psikologis penjahat itu melainkan untuk sekedar membahas peranan lingkungan sosial dalam perkembangan orang yang melakukan tingkah laku kejahatan berdasarkan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah ini, dengan menggunakan definisi Prof. Noach (20) seorang kriminolog yang membeda-bedakan pengertian kriminologi dalam arti yang luas dan kriminologi dalam arti yang terbatas. Maksud kami adalah membahas salah satu masalah kriminologi dalam arti terbatas yang meliputi gejala-gejala kriminal, sebab-sebab, dan akibat-akibat dari tingkah laku kejahatan, dalam pembahasan mengenai asal-usul tingkah laku kriminal dan dalam pertimbangan mengenai faktor mana yang memegang peranan, utamanya di antara faktor keturunan atau faktor lingkungan. Kriminologi tersebut menarik kesimpulan sebagai berikut “jadi menurutnya kriminalitas manusia normal adalah akibat, baik dari faktor keturunan dan kadang-kadang pula faktor lingkungan memegang peranan utama dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling mempengaruhi”.
Dalam garis besarnya, kamipun berpendapat demikian dengan catatan :
1.        Bahwa faktor keturunan dan faktor lingkungan masing-masing bukan merupakan satu faktor saja melainkan suatu gabungan faktor atau sekelumit faktor
2.        Bahwa sekelumit faktor itu senantiasa saling mempengaruhi di dalam interaksi sosial orang dengan lingkungannya sehingga pada akhirnya peranan faktor-faktor dalam lingkungan sosial
Itulah yang menurut kami memegang peranan yang lebih utama daripada peranan faktor-faktor keturunan di dalam perkembangan tingkah laku kriminal pada manusia normal, walaupun pengaruh golongan faktor keturunan itu tetap berlangsung. Jadi seorang manusia normal bukan ditentukan sejak lahir untuk menjadi kriminal oleh faktor pembawaannya yang dalam saling berpengaruh dengan lingkungannya menimbulkan tingkah laku kriminal melainkan faktor-faktor yang terlibat dalam interaksi dengan lingkungan sosial itulah yang memberikan pengaruhnya bahwa ia betul-betul menjadi kriminal dalam pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkannya itu.[1]
Sudah tentu masyarakat pada umumnya tidak membiarkan saja penyimpangan-penyimpangan dari para warganya itu, dan itulah sebabnya dalam tiap masyarakat ada alat-alat pengendalian masyarakat yang bertugas untuk mengurangi penyimpangan tadi, masalah ketegangan antara keperluan individu dan masyarakat selalu akan ada dalam tiap masyarakat, dan walaupun ada kemungkinan bahwa ada suatu masyarakat yang tenang untuk suatu jangka waktu tertentu. Tetapi pada suatu saat, tentu ada juga berbagai individu yang membangkang dan ketegangan-ketegangan masyarakat akan menjadi recurrent lagi, akhirnya, kalau penyimpangan-penyimpangan tadi pada suatu ketika menjadi demikian recurrent sehingga masyarakat tidak dapat mempertahankan adatnya lagi, maka masyarakat terpaksa memberi konsekuensinya, dan adat serta aturan diubah sesuai dengan desakan keperluan-keperluan baru dari individu dalam masyarakat.[2]
Setiap masyarakat mempunyai penilaian yang berbeda mengenai berbagai jabatan dan kedudukan yang ada di dalam masyarakatnya, sehingga suatu kedudukan yang dianggap paling terhormat di suatu masyarakat mungkin berada di peringkat di bawahnya dalam masyarakat lain dan yang dianggap rendah di satu masyarakat, mungkin sangat dihormati dalam masyarakat lain, dengan demikian ada masyarakat yang menentukan tinggi rendahnya kedudukan seseorang berdasarkan besar kecilnya kekuasaannya, dan ada masyarakat yang menilai kekayaan, kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, atau suatu kombinasi dari hal-hal tersebut untuk menentukan tinggi rendahnya kedudukan seseorang.[3] Dalam setiap masyarakat itu ada sebab-sebab tertentu mengapa suatu kedudukan dianggap lebih tinggi daripada kedudukan yang lain, sebab-sebabnya adalah :
1.        Kualitas serta keahlian
2.        Senioritas
3.        Keaslian
4.        Hubungan kekerabatan dengan kepala masyarakat
5.        Pengaruh dan kekuasaan
6.        Pangkat
7.        Kekayaan[4]
B.     Latar Belakang
1.      Sosial
Pada seorang penyuluh/konselor yang telah kami wawancarai bahwasannya latar belakang beliau di bidang sosial adalah beliau lahir 15 Oktober 1962. Dia anak ke tiga dari empat bersaudara. Sejak kecil beliau memiliki hobi track-trackan. Dia dilahirkan dari keluarga yang mampu yang mempunyai usaha penggilingan padi dan memiliki angkutan perdesaan. Dia memiliki banyak  teman, namun teman dekatnya  di waktu SD yakni Yayan dan Wahid. Kemudian di waktu kuliah memiliki sahabat yang bernama Didik Priyanto dia tipe orang yang perhatian kepada sahabat, tidak mudah terpengaruh, tepat janji, amanah, baik, dia adalah salah satu sahabat yang selalu memberikan motivasi kepada Hadi untuk bisa menjadi lebih baik.
Manusia secara hakiki adalah makhluk sosial, sejak dia dilahirkan, dia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya yaitu makanan, minuman, dan lain-lain.
Akan tetapi pada usia dua bulan hubungan dengan ibunya sudah mulai, berlangsung secara psikis tidak hanya bilogis, yaitu dengan menjawab senyuman ibunya dengan bersenyum pula, bahkan oleh beberapa penyelidik psikologi anak telah dibuktikan bahwa apabila tidak ada hubungan psikis antara ibu dan anak kecil, perkembangannya terhambat untuk beberapa tahun lamanya.[5]
2.    Agama
Konselor yang kami wawancarai ini beragama Islam, namun dari teman bahkan kekasihnya pun ada yang beragama Katolik, dengan adanya perbedaan agama tersebut tidak membuat beliau terpuruk atau pun susah namun justru malah membuat dia termotivasi untuk menyatukan perbedaan tersebut.
Manusia selain makhluk sosial, dia adalah makhluk yang berketuhanan, sebab bagi setiap manusia terutama di Indonesia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas sulit sekali untuk menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan. Sebagai segi hakiki dalam peri kehidupan manusia, dan segi ini adalah segi khas bagi manusia pada umumnya. Bahwasannya Tuhan itu sukar dibuktikan secara empiris eksperimental bagi manusia yang belum berketuhanan, tidak berarti bahwa Tuhan itu tidak ada, bagi mereka yang belum sadar akan segi kemanusiaan mereka sebagai makhluk yang berketuhanan, sukar menerima atau mengakui hakikatnya dari segi ketiga kemanusiaannya itu.[6]
3.    Budaya
Hadi berasal dari Indramayu, jadi dia berbahasa Sunda. Namun dengan bahasanya dia tidak menutup diri untuk terbang lebih jauh mengepakkan sayapnya ke berbagai daerah di antaranya Bali, Papua, Jakarta, Ambarawa, Sragen, dan Semarang.
Budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disampaikan karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para masyarakat.[7]
4.    Keluarga
Pak Hadi lahir di Indramayu dari empat bersaudara, dia dan ketiga saudaranya termasuk orang-orang yang sukses, di antaranya ada yang bekerja di bidang kesehatan (bidan), dinas kesehatan, dan kepala bidang pembinaan, namun adiknya kini sudah kembali ke rahmatullah. Dan orang tuanya adalah seorang pengusaha penggilingan padi dan angkutan desa. Hal inilah yang menjadi faktor pendukungnya sehingga menjadi seperti saat ini.
Pak Hadi (Pak Raden) memiliki masa kanak-kanak yang indah di mana beliau hidup di daerah perdesaan, segala hobinya pun dapat terealisasi. Dia mempunyai hobi track-trackan sejak kelas 6 SD. Dia sekolah di SD Logbener Indramayu. Di masa SD-nya diatermasuk anak yang berprestasi. Pada kelas 5 dan 6 beliau mendapat ranking 1. Dalam segi pergaulan pun dia juga mempunyai banyak teman karena dia tipe orang yang ramah, dapat bergaul dengan siapapun, dia mempunyai dua sahabat yang bernama Yayan dan Wahid.
Beranjak ke SMP, beliau sekolah di SMP Negeri Logbener Indramayu, di SMP pun prestasinya juga tidak kalah, namun di SMP ini Pak Hadi mulai menyenal yang namanya asmara. Ketika dia kelas 3, dia mempunyai kekasih bernama Khusaimah. Ini adalah cinta perama Pak Hadi. Namun baru beberapa bulan ceweknya selingkuh dan menikah. Setelah itu Pak Hadi tidak pernah mengetahui di mana keberadaannya dan apa kabarnya, namun hal itu tidak membuat Pak Hadi terpuruk, malah justru dibuat pelajaran dan motivasi Pak Hadi.
Di SMP pun Pak Hadi memiliki sahabat bernama Sutaman yang berasal dari Tegal, sekarang ini sahabat Pak Hadi yang bernama Sutaman sudah lulus kuliah dari IPB, dan sampai saat ini komunikasinya pun masih lancar. Itu menandakan bahwa Pak Hadi adalah orang yang baik meski terpisah ruang dan waktu namun masih diingat oleh sahabat-sahabatnya.
Kemudian ketika beranjak SMA pak Hadi sekolah di SMA Negeri 1 Indramayu. Selain maju dalam prestasi, Pak Hadi juga termasuk pengembara cinta. Di SMA, Pak Hadi pun memiliki kekasih. Kisah cintanya di SMA cukup unik, beliau bertemu di angkot, selain itu beliau juga mempunyai sahabat yang bernama Tarjono, sahabatnya itu saat ini menjadi tentara. Setelah lulus SMA, dia mempunyai cita-cita menjadi seorang dokter, lalu mendaftar kuliah di UI Fakultas Kedokteran, namun Tuhan berkehendak lain, dia tidak diterima di Fakultas itu. Pada waktu itu Pak Hadi bingung mau daftar kemana lagi. Posisinya pada waktu itu dia baru datang ke Jakarta, kemudian tanpa sengaja dia mendaftar ke AKIP (Akademi Ilmu Pemasyarakatan) dan akhirnya setelah melalui beberapa test, diantaranya:
- Kesehatan
- Tulis
- Pantokhir
- Lapangan (Fisik)
Dia diterima di AKIP, namun ketika masuk dia masih belum sadar di mana dia masuk, dengan dunia yang seperti ini penuh aturan dan disiplin, karena pada dasarnya Pak Hadi tidak menginginkan ini. Cita-citanya menjadi seorang dokter namun apa daya inilah kenyataannya. Namun itu semua diterima dengan positif, Pak Hadi menjalani semua itu dengan tekun dan  rajin.
Kisah cinta pun tak lepas dari kehidupannya saat ini, dia bertemu dengan seorang wanita bernama Rita dia beragama Katolik, beliau bertemu Rita semasa daftar di UI, Rita diterima di UI tersebut, seiring dengan berjalannya waktu ada kecocokan akhirnya mereka berpacaran.
Pak Hadi juga memiliki sahabat bernama Didik Priyanto, dia seorang sahabat yang memiliki sifat : - Perhatian
                                   - Tidak mudah terpengaruh
                                   - Tepat janji
                                   - Baik
Dari sahabatnya itu pula Pak Hadi juga belajar tentang sikap-sikapnya yang patut dicontoh. Kedua orang tuanyapun juga tidak henti-hentinya memberikan support baik secara materiil atau non materiil. Di AKIP ini selain dididik untuk keras, tegas, disiplin juga diberi pendidikan bela diri wajib, lari, PBB, dan lain-lain.
Pak Hadi lulus AKIP pada tahun 1985, seiring dengan kelulusannya maka lulus juga cerita cintanya dengan Rita. Mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lagi setelah itu karena ruang dan waktu. Setelah lulus Pak Hadi langsung diterima kerja di Bali. Karena ketekunannya, semangatnya, kejujurannya, kerahamannya membuat Pak Hadi dapat mudah diterima kerja setelah lulus. Tidak lupa motivasi dari sahabat, kekasih dan keluarga yang membawa beliau hingga saat ini.
Keluarga dalam perkembangan sosial anak-anak tidak perlu lagi diuraikan dengan panjang lebar. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.
Pak Hadi (konselor) lahir di Indramayu, 4 bersaudara, dari ketiga saudaranya termasuk beliau adalah orang-orang yang sukses, di antaranya ada yang bekerja di bidang kesehatan (bidan), dinas kesehatan, dan kepala bidang pembinaan. Kemudian orang tuanya adalah seorang pengusaha dari ruang lingkup keluarganya adalah faktor pendukung beliau hingga menjadi seperti saat ini.
C.    Kekurangan atau Hambatan dalam Pekerjaannya
Pak Hadi (Pak Raden) setelah lulus dari AKIP tahun 1985 beliau bertugas di Bali 10 tahun mulai dari 1986 – 1996. Ketika di Bali beliau mempunyai sedikit hambatan tentang agama, di Bali mayoritas beragama Hindu jadi untuk menyesuaikan itu semua butuh waktu. Kemudian :
-            di Irian (Sorong), selaku Kepala Seksi Pembinaan Kamtip
-            di Ambarawa, selaku KaKpLp (Kepala Kesatuan Pengamanan) selama 7,5 tahun
-            di Sragen, selaku KaKpLp selama 2,5 tahun dan
-            di LP Gedung Pane, selaku Kabid Pembinaan masih 1 tahun
Dari berbagai tempat dan pengalaman beliau banyak kasus yang sudah diselesaikan olehnya. Prestasinya dalam hal ini pun juga memuaskan pada waktu:
-            Tugas di Sragen beliau menangani narapidana yang merusak genteng. Cara penanganan beliau pun cukup baik, beliau lebih bersikap bijaksana tegas tanpa ada kekerasan selama napi masih dapat diajak kompromi. Pak hadi lebih mampu mengkondisikan atau mengendalikan pelaku, kemudian
-            Napi sakit di rumah sakit. Cara pendekatannya pun yang utama secara emosional, kemudian buat napi terbuka, dan lawan /musuh dijatuhkan di depan penedrita. Selain itu
-            Menangkap waria (napi)
-            Napi jebol tembok
-            Menangani napi nakal tingkat tinggi
Dari berbagai permasalahan di atas, Pak Hadi mempunyai cara untuk menyelesaikannya, diantaranya :
-            Lebih memakai logika atau rasional dalam menyelesaikan permasalahan
-            Mendengar cerita atau keluhan
-            Pengawasan lebih intens
-            Pengalaman yang dijadikan pelajaran
-            Lebih mengerti situasi tempat (menguasai)
-            Belajar alam (langsung terjun ke lapangan)
Pak Hadi disegani karena sikapnya yang jujur, ramah, bisa mengerti, kharismatik (tutur salah satu napi). Selain itu Pak Hdi juga pernah menjadi
-            Anggota ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) ketika di Bali
-            Dosen Filsafat Hukum di Universitas Katolik
Dari sekian banyak prestasi, dedikasi, loyalitas yang telah dilakukan Pak Hadi namun beliau hingga detik ini belum pernah diangkat/dinaikkan jabatannya. Banyak hambatan-hambatan atau kekurangan yang dialami Pak Hadi dalam pekerjaannya diantaranya dari segi:
1.  Teman à          Lingkungan dari berbagai tempat yang Pak Hadi jelajahi Pak Hadi sulit sekali untuk mengatakan tidak pada seseorang apalagi teman, banyak teman-teman yang sering mengajak ke arah negatif. Pak Hadi takut terdramatisir oleh situasi. Untuk itu Pak Hadi masih sulit untuk hal ini.
2.  Fasilitas à        Begitu lama perjuangan Pak Hadi di pekerjaannya ini namun dari segi materi belum ada peningkatan dan dirasa kurang cukup untuk memenuhi kebutuhannya saat ini.
Rumah dinas yang belum terpenuhi hingga saat ini, sehingga Pak Hadi harus terpisah oleh istrinya karena sang istri tinggal di Ambarawa, sedangkan Pak Hadi masih dalam kontrakan.
3.  Jabatan à         Kurangnya perhatian tentang jabatan untuk Pak Hadi karena sistemnya bahwasannya harus jemput bola untuk naik jabatan dalam arti bawahan harus selalu melayani atasan di luar konteks pekerjaan dan harus adanya nilai finansial untuk kenaikan jabatan ini, tidak berdasarkan prestasi, dedikasi, loyalitas yang dimiliki.
Dari berbagai hambatan atau kekurangan tersebut tidak membuat sistem kerja Pak Hadi menurun, namun tetap semangat, harapan kami dan Pak Hadi agar pemerintah lebih dapat memperhatikan dan menimbang orang-orang seperti beliau (Pak Hadi) untuk lebih layak lagi taraf hidupnya.
D.    Penutup
1.    Perbedaan agama maupun budaya tidak menjadi hambatan untuk kita lebih maju, malah justru jadikan itu sebagai motivasi kita untuk lebih maju dengan menyatakan itu semua.
2.    Suatu keterpaksaan Pak Hadi menjalani pendidikan AKIPnya menghasilkan kearah positif karena ketekunannya, kerajinannya.
3.    Suatu permasalahan dapat terselesaikan tanpa harus dengan kekerasan cukup dengan ketegasan.
4.      Tidak memunafikkan bahwasannya segala sesuatu masih diperhitungkan materiilnya
5.      Perkembangan sosial dapat terjadi di manapun selama itu ada komunitas atau kelompok
6.      Jangan pernah merasa malu atau minder akan budaya daerah jadikan budaya tersebut identitas dan kebanggaan diri di lain tempat.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
_______.2004.  Pengantar Ilmu Antropologi.  Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Gerungan, W.A. 2004.  Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.


[1] W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung : PT. Refika Aditama, 2004. hal. 211-212
[2] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2009, hal. 192-193
[3] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005, hal. 158
[4] Ibid, hal. 161
[5] Op.Cit., Psikologi Sosial, hal. 26
[6] Ibid, hal. 26
[7] Op.Cit, Pengantar Ilmu Antropologi, hal. 153

Tidak ada komentar:

Posting Komentar