Rabu, 14 September 2011

makalah Pengantar Bimbingan & Penyuluhan Islam


KONSELING CLIENT CENTERED
       I.            PENDAHULUAN
Pendekatan konseling Client Centered merupakan salah satu teknik alternative dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi konselor  yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial. Walaupun begitu, bukan berarti tantangan dan keahlian yang spesifik. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik konseling ini. Pemakalah akan mencoba menjelaskan tentang konsep dasar manusia, proses konseling dan teknik konseling client centered.


    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Konsep Dasar Manusia
B.     Proses Konseling
C.     Tehnik Konseling

 III.            PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Manusia
Pendekatan ini memandang manusia secara positif ( Khusnu Dzon), bahwa manusia memiliki kecenderungan kearah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseling, klien mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Klien mengaktualkan potensi dan bergerak kearah peningkatan kesadaran.[1]
Corak konseling ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar tentang martabat manusia dan hakikat kehidupan manusia bersifat psikologis, sebagai berikut :
1.      Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri dan menentukan haluan hidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejar kepentingan sendiriselama tidak melanggar hak-hak orang lain. Kehidupan masyarakat akan berkembang bila setiap warga masyarakat didorong dan dibantu untuk mengembangkan diri sebagai pribadi yang mandiri dan mampu mengatur kehidupannya sendiri.
2.      Manusia pada dasarnya berahlak, dapat diandalkan, dapat diberi kepercayaan, cenderung bertindak secara konstruktif. Naluri manusia berkeinginan  baik, bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Rogers berpandangan optimis terhadap daya kemampuan yang terkandung dalam batin manusia.
3.      Manusia, seperti mahluk-mahluk hidup yang lain, membawa dalam dirinya sendiri kemampuan, dorongan dn kecenderungan untuk mengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin. Kemampuan, dorongan serta kecenderungan itu disebut actualitizing tendency dan merupakan kekuatan motivasional yang utama dan paling dasar, yang menggerakkan individu untuk mengejar kemandirian dalam kehidupannya, tanpa menggantungkan diri pada orang lain dan mau diatur serta dikontrol oleh orang lain.
4.      Cara berprilaku seseorang dan cara menyesuaikan dirinya terhadap keadaan yang dihadapinya, selalu sesuai dengan pandangannya terhadap diri sendiri dan keadaan yang dihadapinya. Penghayatan dan kesadaran akan dirinya sendiri dengan semua perasaan,  pandangan dan ingatan membentuk apa yang disebut konsep diri ( self concept ), yaitu gambaran yang dimiliki individu tentang diri sendiri bersama dengan evaluasi terhadap gambaran itu.
5.      Seseorang akan menghadapi persoalan jika diantara unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya ( real self ) dan seharusnya saya menjadi orang yang bagaimana ( ideal self ).[2]

B.     Proses Konseling
Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap konseling terpusat pada klien :
1.      Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila datang atas suruhan orang lain, maka konselor harus menciptakan situasi yang sangat bebas dengan tujuan agar klien memilih apakah ia akan terus minta bantuan atau membatalkannya.
2.      Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, untuk itu konselor menyadarkan klien.
3.      Konselor emberanikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya. Konselor harus bersikap ramah, bersahabat, dan menerima klien sebagaimana adanya.
4.      Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
5.      Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan dirinya.
6.      Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil ( perencanaan ).
7.      Klien merealisasikan pilihannya itu.[3]
Teori terpusat pada klien yang dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahun 1942 bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri.[4]
Adapun tujuan terapi client centered lainnya yaitu :
1.      Keterbukaan pada pengalaman
Sebagai lawandari kebertahanan, keterbukaan pada pengalaman menyiratkan menjadi sebagai lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
2.      Kepercayaan pada organism sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri mulai timbul.
3.      Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya.
4.      Kesediaan untuk menjadi satu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tetapi mereka sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.
Peran terapis client centered berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan tehnik-tehnik yang dirancang untuk menjadikan klien berpusat penuh. Terapis merubah kepribadian klien dalam sikap-sikapnya dari pengetahuan, teori-teori, atau tehnik-tehnik yang digunakannya. Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri, sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka peran terapis adalah membangun suatu iklim terapentik yang menunjang pertumbuhan klien.[5]
Jadi, terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya tang sekarang di ingkari atau yang didistorsinya. Klien menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kenungkinanyang ada dalam dirinya maupun dalam masyarakat.

C.     Tehnik Konseling
Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang tehnik. Dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.
Implementasi teknik konseling didasari atas paham filsafat serta sikap konselor. Karena itu, penggunaan tehnik seperti pertanyaan, dorongan, interpretasi, dan sugesti dipakai dalam frekuensi yang rendah. Yang lebih utama ialah pemakaian tehnik konseling bervariasi dengan tujuan pelaksanaan filosofi dan sikap tadi. Karena itu tehnik konselimg Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain, dan memahami klien. Karena itu dalam pelaksanaan tehnik konseling sangat diutamakan sifat-sifat konselor sebagai berikut :
1.      Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi, sifat konselor adalah menerima secara netral.
2.      Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbutan, dan konsisten.
3.      Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memehami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari diri kien itu.
4.      Nonjudgmental artinya konselor tidak member penilian terhadap klien, akan tetapi selalu objektif.[6]

 IV.            KESIMPULAN
terapis client centered di pelopori oleh Carl R. Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
terapis client centered esensinya merupakan cabang khusus dari terapi humanistic yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikutdunia subjektif dan fenomenalnya.
Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanandan kecemasan yang ia rasakan.
Individu memiiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.
    V.            PENUTUP
     Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan tentang client centered. Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini kurang sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin







DAFTAR PUSRAKA
·         Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT. ERESCO,1988.
·         S.J.Winkel, Hastuti Sri, Bimbingan dan konseling, Yogyakarta: Media Abadi, 2007.
·         Salahudin, Anas, Bimbingan dan konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
·         Willis, Sofyan.S, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: ALFABETA, 2004.


[1] Anas Salahudin, Bimbingan dan konseling, hal : 61-62
[2] Winkel S.J dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi, hal : 397-399
[3] Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, hal : 64-65
[4] Ibid, hal : 64
[5] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, hal :95-96
[6] Sofyan S. Willis, Opcit, hal : 65-66

1 komentar: