Rabu, 14 September 2011

makalah IKJ ( Kepercayaan dan ritual)


INTERELASI ISLAM DAN JAWA (Kepercaya’an & Ritual )
       I.            PENDAHULUAN
     Orang jawa telah mengenal agama sejak zaman pra histori. Serat Ramayana yang berasal dari abad ke-9, menunjukan bahwa Orang Jawa Kuno telah memeluk agama Hindu dan Budha .[1] Kedua agama tersebut sangat mewarnai dan menjadi  jiwa bagi orang Jawa secara hampir menyeluruh hingga abad ke-15. Pada akhir abad ke-15, Jawa mengalami gelombang pengislaman secara besar-besaran. Yakni sejak Prabu Brawijaya V, raja yang di akui sebagai raja terakhir majapahit masuk agama Islam atas bimbingan Sunan Kalijaga. Prinsip agama ageming aji, membuat warga serta-merta mengikuti agama sesembahan-nya. Dalam perjalanan sejarah, agama Islam telah mengubah wajah dan kiblat orang Jawa. Namun, kuatnya tradisi membuat Islam mau tidak mau harus berakulturasi.


    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah bentuk kepercaya’an yang terjadi ketika Islam dan jawa berakulturasi?
B.     Bagaimanakah prosesi Ritual kebudaya’an Jawa (Sedekah Bumi) setelah berakulturasi dengan Islam?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Bentuk kepercaya’an yang terjadi ketika Islam dan  jawa berakulturasi.
Agama Islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat orang Jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat beribadat orang-orang yang beragama Islam. Walaupun demikian tidak semua orang beribadat menurut agama Islam, sehingga berlandasan atas criteria pemeluk agamanya, ada yang di sebut Islam santri dan Islam kejawen. Islam santri adalah penganut agama Islam di Jawa yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran dari agamanya. Adapun golongan Islam kejawen, walaupun tidak menjalankan sholat atau puasa, serta tidak bercita-cita naik haji, tetapi mereka percaya dengan agama islam. Tuhan, mereka sebut Gusti Allah dan Nabi Muhammad adalah Kanjeng Nabi. Kecuali itu orang Islam kejawen ini,tidak terhindar dari kewajiban berzakat. Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit dari mereka yang bersikap nerimo , mereka juga percaya kepada kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kesakten. Kemudian arwah atau roh leluhur , dan mahluk-mahluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul, demit serta jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercaya’an masing-masing mahluk halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagia’an, ketentraman, ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya bisa pula menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan bahkan kematian. Maka, bila ingin hidup tanpa gangguan itu harus berbuat sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta, misalnya dengan berprihatin, berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan tertentu, berslamatan, dan memberi sesaji. Kedua cara terahir ini kerap kali dijalankan oleh masyarakat orang Jawa di desa-desa di waktu yang tertentu dalam peristiwa kehidupan sehari-hari.[2]
B.     prosesi Ritual kebudaya’an Jawa (Sedekah Bumi) setelah berakulturasi dengan Islam.
a)      Pengertian sedekah bumi
Sedekah bumi adalah Ritual mensyukuri atas apa yang kita peroleh dari bumi yang kita tempati ini,dan di laksanakan setahun sekali setiap bulan Apit.[3]
b)      Sejarah sedekah bumi
Ritual ini sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu atau sejak zaman nenek moyang, untuk meruwat Bumi biar terhindar dari sengkolo (musibah/hama), serta bertujuan untuk melestarikan kebudaya’an Jawa dan menghormati Danyang desa.[4]

c)      Rangkaian acara
                                i.            Slametan : yang di pimpin oleh Kiyai dan Sesepuh setempat untuk mengirim do’a kepada Nenek Moyang dan Leluhur.
                              ii.            Ruwatan : berbentuk pertunjukan Wayang Kulit yang menceritakan tentang Pertanian dan Pemerintahan agar warga menjadi tentram. Sebelum acara dimulai, Ki dalang memercik-mercikkan air kembang tujuh rupa kepada peserta Ritual,setelah itu  pementasan di mulai . Wayang Kulit dipentaskan mulai ba’da Isya’ sampai Subuh.
                            iii.            Campur sarinan : di sela-sela Wayang Kulit sebagai hiburan dan juga mengikuti perkembangan zaman sa’at ini.[5]
d)     Sarana pendukung
Ritual bisa di selenggarakan karena swadaya dari masyarakat sebesar Rp. 10.000/kk, Kades 1 kwintal gabah, perangkat desa ½ kwintal gabah, pemilik PAM & Penggilingan padi & PNS yng dinas di desa tsb di kenakan iuran Rp. 50.000, dan pemilik Cv/Pemborong di kenakan iuran Rp. 100.000.[6]
e)      Do’a
                                i.            Do’a oleh Kyai dengan B.Arab yang isinya bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah swt dan minta dijauhkan dari bala’/musibah dan hama.
                              ii.            Do’a oleh Dalang dengan B.Jawa yang meminta supaya bumi ini subur , makmur dan panen tahun depan bisa tambah bagus.
f)       Ugo rampe
ü  Kembang tujuh rupa
ü  Nasi golong
ü  Kelapa 2 buah
ü  Tebu
ü  Untingan padi
ü  Rumput alang-alang[7]

 IV.            KESIMPULAN
      Dari pembahasan di atas dapat  disimpulan bahwa agama Islam dan kebudaya’an   Jawa sama-sama mempengaruhi satu sama lainnya. Islam sebagai pendatang tidak serta-merta menghapus kebudaya’an yang ada, begitu juga halnya dengan Jawa tidak tenggelam dalam ajaran Islam. Semua itu menunjukkan bahwa Islam adalah agama      yang bisa beradaptasi dimana saja, dan bisa menerima kebudaya’an yang sudah ada, dan semua itu juga menunjukkan betapa kuatnya kebudaya’an Jawa ini.

    V.            PENUTUP
     Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang Interelisasi Islam dan Jawa (Kepercaya’an dan Ritual) Semoga bermanfa’at. Dan tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan. Oleh karena itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
§  Zoetmulder hal : 278
§  Kucaraningrat.Dr. Prof. Manusia dan Kebudaya’an di Indonesia, ,Jakarta: Pennerbit Djambatan,2002.
§  Ali wahid, 24-Oktober-2010, Wonoagung Karang Tengah Demak.
§  Kusripah, 24-Oktober-2010, Wonoagung Karang Tengah Demak.
§  Ahmadi Musthofa, 24-Oktober-2010, Wonoagung Karang Tengah Demak.


[1] Zoetmulder hal :278
[2] Kuncaraningrat hal :346
[3] Mbah Ali
[4] Mbah kus
[5] Musthofa Ahmadi
[6] Ibid
[7] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar